Santri, Pemuda dan Pahlawan
Jaka Ghianovan, S.Th.I, M.Ag (Sekprodi IAT IDAQU Jakarta)
Bulan Oktober dan November memiliki kesan tersendiri dalam benak rakyat Indonesia. Jika melihat sejarah terjadi runtutan yang sangat jelas yakni 28 Oktober 1928 dengan adanya peristiwa Sumpah Pemuda hasil keputusan Kongres Pemuda II di Batavia (Sekarang Jakarta). Seluruh pemuda dan pemudi Nusantara berkumpul untuk menyatakan diri sebagai bagian dari Indonesia. Pasca pembacaan proklamasi juga penyebaran berita ke penjuru negeri, terjadi sebuah terobosan kaum Ulama untuk meneguhkan tegaknya NKRI yang dipelopori oleh Hadratussyaikh Hasjim Asj’ari yakni keberadaan Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh Nahdlatul Ulama pada 22 Oktober 1945 di Surabaya. Langkah ini dilakukan untuk menegaskan bahwa membela negara juga bagian dari membela agama terlebih ketika itu tentara sekutu Inggris dan Belanda sedang gencar melaksanakan gerakan kontra kemerdekaan RI. Beberapa hari kemudian pada tanggal 10 November 1945 terjadi peristiwa pertempuran 10 November di Surabaya berupa perang antara rakyat Indonesia dengan tentara sekutu Inggris. Peristiwa heroik ini mengguncangkan dunia, bahkan melucuti mental tentara sekutu selaku pemenang perang dunia ke 2.
Jika berkaca dari beberapa peristiwa tersebut, dapat dipahami bahwa eksistensi pemuda dan santri memiliki peran dalam memperjuangkan dan membangun Indonesia. Pemuda yang terlibat dalam kongres pemuda II di kemudian hari banyak yang menjadi elit pemerintahan negeri seperti Soegondo Djojopoespito, Mohammad Yamin, Maria Ulfah dan lain-lain. Eksistensi pemuda terpelajar saat itu turut serta mewarnai balantika perjuangan kemerdekaan.
Begitu pula ketika dicetuskannya Resolusi Jihad di Surabaya. Ulama dan santri turut serta memberi sumbangsih dalam menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia. Kedua kelompok ini kelak mendirikan sayap paramiliter dengan nama Hizbullah dan Sabilillah. Sejatinya kedua laskar ini juga turut dalam revolusi fisik yang terjadi pada periode 1945-1949. Terbukti ketika perang Surabaya pada 10 November 1945, pemuda Indonesia yang tergabung dalam Barisan Pemberontakan Republik Indonesia yang dipimpin oleh Soetomo alias Bung Tomo mampu bekerjasama dengan seluruh kelaskaran yang dibentuk oleh rakyat salah satunya Hizbullah. Sehingga dalam sejarah kemerdekaan, bukan hanya pemudua lulusan sekolah saja yang berjuang, tetapi santri turut serta mengisi kemerdekaan.
Tulisan ini mengajak para pembaca untuk embali merefleksikan ketiga peristiwa tersebut secara runtut dalam benak generasi muda. Sejarah memang penuh dengan dinamika dari zaman ke zaman. Namun, bukan berarti generasi muda berhenti pada tahap mengenang romansa masa lalu. Substansi dari ketiga peristiwa tersebut mengajarkan akan pentingnya menatap masa depan dengan menggandeng seluruh elemen anak bangsa dalam memajukan negeri.
pemuda dan santri memiliki tempat di hati masyarakat terlebih bagi yang mengenyam pendidikan tinggi. Santri tidak harus menjadi Ulama, berbagai bidang dapat pula menjadi lahan berbakti bagi santri untuk negara. Tidak semua pemuda harus menjadi pemimpin politik. Perlu bagi pemuda untuk mengisi di segala lini kehidupan untuk mewujudkan generasi emas. Dengan demikian, dalam rangka menyambut hari pahlawan 2023, santri dan pemuda harus menginspirasi seluruh masyarakat demi kemajuan bangsa dan negara. Wallahu A’lam Bissowab.