• 021-31-118-118
  • info@idaqu.ac.id
  • Cipondoh, Tangerang, Banten
Artikel
TAKWA, UKHUWAH DAN HARAKAH

TAKWA, UKHUWAH DAN HARAKAH

(Refleksi Surat Ali Imran ayat 102-104)

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ .وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْاۖ وَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ  اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ  النَّارِ فَاَنْقَذَكُمْ مِّنْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ. وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara. (Ingatlah pula ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk. Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran (3) : 102-104)

Pembaca yang terhormat, sebelum kita membahas  lebih dalam ketika ayat di atas, mari, kita sama-sama niatkan hati dan pikiran kita untuk Tadabbur kalam Allah di atas serta untuk memahami pesan langit pada seluruh penduduk bumi. Dengan nama Allah, kami haturkan segala puji dan syukur pada-Mu yang Maha Kasih dan Sayang.

Kaum Muslim yang dirahmati Allah, dimana pun berada, jika kita mendengar ayat di atas, tentu sudah tidak asing. Terlebih bagi kaum Lelaki yang sering menunaikan Salat Jumat. Sebelum pesan khutbah disampaikan, Penceramah tidak lupa membacakan ayat yang berisi ketakwaan kepada Allah Swt., salah satunya pada surat Ali Imran ayat 102.

Risalah langit ini memiliki pesan penting yang akan dibahas dalam tulisan ini yakni Ittaqu Allah Haqqa Tuqatih, Wa’tasimu Bi Habl Allah Wa La Tafarraqu, Yad’una Ila al-Khayr Wa Ya`muruna Bi al-Ma’ruf Wa Yanhawna ‘An al-Munkar. Ketiganya memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain.

Pesan pertama yakni Ittaqu Allah Haqqa Tuqatih pada surat Ali Imran ayat 102 yang berarti “Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa”. Jika ditinjau dari sudut pandang historis, maka latar belakang ayat tersebut menurut al-Husayn ibn Mas’ud al-Baghawi dalam Ma’alim al-Tanzil dengan mengutip riwayat dari Muqatil ibn Hayyan bahwa ketika Rasulullah Saw. di Madinah terjadi perseteruan diantara kaum Muslim dengan membawa embel-embel kabilah berpengaruh seperti Aus dan Khazraj. Kedua kelompok ini sebelumnya seringkali bertikai serta masing-masing memiliki Backing (penyokong) dari kalangan Yahudi yang turut memperkeruh konflik keduanya. Kemudian datanglah Nabi Muhammad Saw. Ke Yatrib dari Mekah. Langkah pertama yang dilakukan Rasulullah Saw. Adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin atau pendatang dari Mekah dengan kaum Ansar atau asli Madinah. Namun sebelum itu, Nabi pun turut serta mendamaikan kedua kabilah yang acap kali konflik dengan cara mempersaudarakan Tha’labah ibn Ghanam dari Aus dengan As’ad ibn Zurarah dari Khazraj.

Suatu ketika setelah sekian lama Nabi Saw. Tinggal di Madinah, virus permusuhan antar golongan kembali muncul ketika kedua kaum menjagokan masing-masing orang yang berpengaruh seperti Khuzaimah ibn Thabit, Hanzalah, Asim ibn Thabit ibn Aflah, dan Sa’d ibn Muaz dari Aus. Sedangkan dari kalangan Khazraj seperti Ubayy ibn Ka’b, Muaz ibn Jabal, Abu Yazid, dan Sa’d ibn Ubadah. Kemudian kedua kelompok tersebut saling mengejek juga menyanyikan lagu-lagu yang biasa digunakan pada perang antar kabilah di masa lampau. Kedua massa yang bersenjata pedang hampir terjebak pada perang, hingga berita ini terdengar oleh Nabi Muhammad Saw. Lalu beliau datang untuk mendamaikan hingga turun surat Ali Imran ayat 102 (Jilid 2, hal. 77).

Abdullah ibn Mas’ud dan Abdullah ibn Abbas sebagaimana dikutip oleh ibn Arabi berpendapat bahwa ayat tersebut memiliki makna bahwa manusia hendaknya taat kepada Allah Swt. dan menjauhi maksiat. Sedangkan menurut Mujahid bahwa ayat diatas memiliki pesan agar orang-orang yang beriman untuk berjihad di jalan Allah dengan sejatinya jihad serta menegakkan aturan Allah dengan adil baik untuk diri sendiri maupun orang lain (Jilid 2, hal. 77)

Muhammad Abduh dalam karyanya Tafsir al-Manar menjelaskan bahwa redaksi Wa Laa Tamutunna Illa Wa Antum Muslimun bermakna tetaplah konsisten dalam menjalankan ajaran Islam baik meyakini sebagai agama juga mengamalkan ajarannya hingga akhir hidup (Juz 4, hal. 19)

Penafsir ternama lain seperti ibn Jarir al-Tabari dalam karyanya Jami’ al-Bayan ‘An Ta`wil Ay al-Qur`an menjelaskan bahwa dalam ayat ini terdapat pesan bagi orang beriman kepada Allah untuk mengimani-Nya secara benar tidak saja pengakuan lisan, tetapi juga dengan mengaplikasikan pada kehidupan sehari-hari yakni tetap taat dan tunduk kepada-Nya juga menjauhi segala hal yang dapat melenceng dari ketaatan. Selain itu untuk mencapai hal ini, pesan lainnya adalah mensyukuri nikmat Allah Taala. Sehingga dengan ini Allah menutup pesan agar orang yang beriman Pada-Nya juga Rasul-Nya tidak mati dalam keadaan sia-sia (Jilid 2, hal. 297-298).

Ayat selanjutnya terdapat pesan penting yakni Wa’tasimu Bi Habl Allah Wa La Tafarraqu yang berarti Dan berpegang teguhlah pada tali Agama Allah dan jangan berpecah belah. Sebelumnya Allah berpesan pada hamba-Nya untuk bertakwa Pada-Nya, lalu langkah untuk mengaplikasikan pesan tersebut yakni pada ayat 103 dari surat Ali Imran. Menurut ibn Arabi dalam Ahkam al-Qur`an redaksi Habl memiliki beberapa pengertian yang salah satunya yakni adanya sesuatu yang menyebabkan kedua hal tersambung seperti perjanjian antara manusia dengan Allah, keberadaan kitab suci yang diturunkan-Nya hingga ajaran agama. Ibn Arabi juga menjelaskan bahwa maksud dari ayat ini adalah hendaknya orang yang beriman pada Allah Swt.  Berpegang pada  Kitab suci al-Qur`an yang diturunkan pada Nabi Muhammad Saw., bukan hanya tahap percaya namun mengamalkan pula. Kemudian redaksi Wa La Tafarraqu yakni tidak berpecah belah baik dalam masalah keyakian atau akidah sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Syura ayat 13 juga menghindari dari sifat memperuncing konflik pada hal-hal Furu’iyah (perbedaan dalam ranah pemahaman hukum Islam), sehingga dengan adanya persatuan kaum Muslim menjadi kokoh.  Walaupun dalam realita terdapat banyak perbedaan paham dalam tubuh Islam baik secara teologis, juris, hingga pandangan politik, persatuan dan persaudaraan antar sesama Muslim tidak boleh dikesampingkan. Hal terakhir merupakan bentuk dari redaksi Wadzkuru Ni’mat Allah ‘Alaykum  (Jilid 1, hal 380-382).

Bahkan al-Tabari pun memperkuat pendapat ibn Arabi bahwa Allah Swt. Menjadikan orang-orang yang beriman itu bersaudara setelah pernah mengalami konflik dalam kehidupan sebelumnya seperti yang dialami oleh kaum Ansar Madinah yang terdiri dari kabilah Aus dan Khazraj. Perihal ini pula yang menjadi makna akan persatuan dan kekompakan yang harus dijaga (Jilid 2, hal. 298)

Firman Allah pada ayat selanjutnya mengandung pesan yakni Yad’una Ila al-Khayr Wa Ya`muruna Bi al-Ma’ruf Wa Yanhawna ‘An al-Munkar. Ketika ayat sebelumnya berbicara mengenai seruan untuk berpijak pada ajaran agama juga persatuan, maka pada ayat ke 104 dari surat Ali Imran juga terdapat seruan untuk sekelompok dari kaum Muslim yang mengajak pada kebaikan atau al-Khayr juga menyeru kebajikan mencegah kemungkaran.

Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menerangkan redaksi al-Khayr yang sering diterjemahkan dengan kebaikan memiliki 2 konteks yakni umum dan khusus. Pertama, kebaikan yang dapat dilakukan oleh segenap masyarakat yang tentunya memerlukan keahlian khusus seperti berdakwah dalam bidang sosial, ekonomi, politik. Jenis pertama bukan hanya membutuhkan ilmu tetapi juga harus memikirkan strategi untuk mewujudkannya. Kedua, ajakan untuk kalangan tertentu seperti keluarga, kelompok masyarakat tertentu juga komunitas tertentu. Memang hal ini pun membutuhan ilmu yang matang, tetapi jenis kedua ini cakupannya lebih terfokus. Kemudian dalam dakwah Islam terdapat pula seruan kepada yang Makruf dan mencegah kemungkaran. Penafsir Indonesia ini menjelaskan makna Makruf sebagai perbuatan baik yang dapat diterima dalam pandangan masyarakat, sedangkan Mungkar adalah perihal buruk yang ditolak dan dicegah oleh masyarakat. Dakwah atau seruan kepada masyrakat haruslah dijalankan dan dikelola dengan baik. Bukan hanya baik namun harus terorganisir dengan rapih. Sehingga dengan adanya ayat ini menjadikan motivasi bagi umat Islam untuk mendakwahkan ajaran agamanya juga menebar nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan sehari-hari (Juz 2, hal. 866-867)

Muhammad Quraish Shihab dalam karya monumentalnya Tafsir Al-Mishbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur`an menerangkan bahwa  redaksi Minkum dipahami dengan 2 hal yakni seruan pada Umat Islam secara umum untuk membentuk kelompok khusus yang akan melaksanakan tugas dakwah, sedangkan kedua perintah bagi kelompok yang khusus untuk mengajak kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran. Selain itu ayat ini juga menjadi perintah bagi setiap Muslim untuk mendakwahkan agamanya sesuai kemampuan yang dimiliki. Namun, disisi lain kebutuhan informasi juga perang propaganda di media sosial menuntut adanya kelompok tertentu yang bergerak di media massa untuk menampilka informasi yang akurat, tajam dan terpercaya terlebih masalah keagamaan. Makruf merupakan sesuatu yang dipandang baik oleh masyarakat, sedangkan mungkar adalah sebaliknya. Shihab berpendapat sejatinya konsep Makruf hanya membuka perkembangan yang bernilai positif, bukan sebaliknya. Sehingga untuk mencapai al-Khayr diperlukan strategi khusus dan itu agar dapat menyaring hal-hal baru yang ada karena perkembangan zaman dari segala sesuatu yang mengarah pada kejahatan. Oleh karena itu agar dakwah berjalan lancar perlu untuk berpegang pada kaidah al-Muhafazat ‘Ala al-Qadim al-Salih Wa al-Akhz Bi al-Jadid al-Aslah yang berarti berpegang pada nilai-nilai lama yang sekiranya masih relevan, namun tidak menutup mata pada hal atau konsep baru yang dipandang lebih baik. (Jilid 2, hal. 173-174).

  Berdasarkan ketiga pesan yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 102-104 dapat diambil kesimpulan bahwa untuk mengajak kebaikan kita perlu memiliki bekal yakni iman dan takwa sebagaimana pada ayat 102. Bukan hanya percaya secara hati dan lisan, namun juga dibuktikan dengan amal saleh. Pesan tidak hanya ditujukan bagi kebaikan individu namun juga kebaikan bersama terbukti dengan adanya ayat 103 yang tidak berhenti pada berpegang pada ajaran agama, namun ada pula perintah untuk tidak berpecah belah, sehingga membutuhkan usaha untuk berdialog demi mencapai persaudaraaan atau ukhuwah. Dalam rangka merawat Iman, Takwa juga Ukhuwah perlu sebuah cara yang dapat mewujudkan hal ini yakni dengan adanya perkumpulan juga organisasi yang mengatur dan mengelola dakwah dengan baik. Sehingga pesan di ayat 104 menguatkan dua ayat sebelumnya, karena itu, mari sekali lagi kita renungkan dan refleksikan pemahaman mengenai tiga ayat yang telah dibahas. Wallahu A’lam

Jaka Ghianovan, S.Th.I, M.Ag

Sekretaris Prodi IAT IDAQU Jakarta

517 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *